Label

TULISAN-Q (317) Album_Q (183) vidio-Q (175) kayu aro (162) gunung kerinci (26)

Minggu, 02 Januari 2011

Ajaran Khitan/sunat dalam islam

Ajaran Khitan dalam Islam

Ditulis oleh Muhammad Niam
Khitan secara bahasa artinya memotong. Secara terminologis artinya memotong kulit yang menutupi alat kelamin lelaki (penis). Dalam bahasa Arab khitan juga digunakan sebagai nama lain alat kelamin lelaki dan perempuan seperti dalam hadist yang mengatakan "Apabila terjadi pertemuan dua khitan, maka telah wajib mandi" (H.R. Muslim, Tirmidzi dll.).
Dalam agama Islam, khitan merupakan salah satu media pensucian diri dan bukti ketundukan kita kepada ajaran agama. Dalam hadist Rasulullah s.a.w. bersabda:"Kesucian (fitrah) itu ada lima: khitan, mencukur bulu kemaluan, mencabut bulu ketiak, memendekkan kumis dan memotong kuku" (H.R. Bukhari Muslim).
Faedah khitan: Seperti yang diungkapkan para ahli kedokteran bahwa khitan mempunyai faedah bagi kesehatan karena membuang anggota tubuh yang yang menjadi tempat persembunyian kotoran, virus, najis dan bau yang tidak sedap. Air kencing mengandung semua unsur tersebut. Ketika keluar melewati kulit yang menutupi alat kelamin, maka endapan kotoran sebagian tertahan oleh kulit tersebut. Semakin lama endapan tersebut semakin banyak. Bisa dibayangkan berapa lama seseorang melakukan kencing dalam sehari dan berapa banyak endapan yang disimpan oleh kulit penutup kelamin dalam setahun. Oleh karenanya beberapa penelitian medis membuktikan bahwa penderita penyakit kelamin lebih banyak dari kelangan yang tidak dikhitan. Begitu juga penderita penyakit berbahaya aids, kanker alat kelamin dan bahkan kanker rahim juga lebih banyak diderita oleh pasangan yang tidak dikhitan. Ini juga yang menjadi salah satu alasan non muslim di Eropa dan AS melakukan khitan.
Hukum Khitan
Dalam fikih Islam, hukum khitan dibedakan antara untuk lelaki dan perempuan. Para ulama berbeda pendapat mengenai hukum khitan baik untuk lelaki maupun perempuan.
Hukum khitan untuk lelaki:
Menurut jumhur (mayoritas ulama), hukum khitan bagi lelaki adalah wajib. Para pendukung pendapat ini adalah imam Syafi'i, Ahmad, dan sebagian pengikut imam Malik. Imam Hanafi mengatakan khitan wajib tetapi tidak fardlu.
Menurut riwayat populer dari imam Malik beliau mengatakan khitan hukumnya sunnah. Begitu juga riwayat dari imam Hanafi dan Hasan al-Basri mengatakan sunnah. Namun bagi imam Malik, sunnah kalau ditinggalkan berdosa, karena menurut madzhab Maliki sunnah adalah antara fadlu dan nadb. Ibnu abi Musa dari ulama Hanbali juga mengatakan sunnah muakkadah.
Ibnu Qudamah dalam kitabnya Mughni mengatakan bahwa khitan bagi lelaki hukumnya wajib dan kemuliaan bagi perempuan, andaikan seorang lelaki dewasa masuk Islam dan takut khitan maka tidak wajib baginya, sama dengan kewajiban wudlu dan mandi bisa gugur kalau ditakutkan membahayakan jiwa, maka khitan pun demikian.
Dalil yang Yang dijadikan landasan bahwa khitan tidak wajib.
1. Salman al-Farisi ketika masuk Islam tidak disuruh khitan;
2. Hadist di atas menyebutkan khitan dalan rentetan amalan sunnah seperti mencukur buku ketiak dan memndekkan kuku, maka secara logis khitan juga sunnah.
3. Hadist Ayaddad bib Aus, Rasulullah s.a.w bersabda:"Khitan itu sunnah bagi lelaki dan diutamakan bagi perempuan. Namun kata sunnah dalam hadist sering diungkapkan untuk tradisi dan kebiasaan Rasulullah baik yang wajib maupun bukan dan khitan di sini termasuk yang wajib.
Adapun dalil-dalil yang dijadikan landasan para ulama yang mengatakan khitab wajib adalah sbb.:
1. Dari Abu Hurairah Rasulullah s.a.w. bersabda bahwa nabi Ibrahim melaksanakan khitan ketika berumur 80 tahun, beliau khitan dengan menggunakan kapak. (H.R. Bukhari). Nabi Ibrahim melaksanakannya ketika diperintahkan untuk khitan padahal beliau sudah berumur 80 tahun. Ini menunjukkan betapa kuatnya perintah khitan.
2. Kulit yang di depan alat kelamin terkena najis ketika kencing, kalau tidak dikhitan maka sama dengan orang yang menyentuh najis di badannya sehingga sholatnya tidak sah. Sholat adalah ibadah wajib, segala sesuatu yang menjadi prasyarat sholat hukumnya wajib.
3. Hadist riwayat Abu Dawud dan Ahmad, Rasulullah s.a.w. berkata kepada Kulaib: "Buanglah rambut kekafiran dan berkhitanlah". Perintah Rasulullah s.a.w. menunjukkan kewajiban.
4. Diperbolehkan membuka aurat pada saat khitan, padahal membuka aurat sesuatu yang dilarang. Ini menujukkan bahwa khitab wajib, karena tidak diperbolehkan sesuatu yang dilarang kecuali untuk sesuatu yang sangat kuat hukumnya.
5. Memotong anggota tubuh yang tidak bisa tumbuh kembali dan disertai rasa sakit tidak mungkin kecuali karena perkara wajib, seperti hukum potong tangan bagi pencuri.
6. Khitan merupakan tradisi mat Islam sejak zaman Rasulullah s.a.w. sampai zaman sekarang dan tidak ada yang meninggalkannya, maka tidak ada alasan yang mengatakan itu tidak wajib.

Khitan untuk perempuan
Hukum khitan bagi perempuan telah menjadi perbincangan para ulama. Sebagian mengatakan itu sunnah dan sebagian mengatakan itu suatu keutamaan saja dan tidak ada yang mengatakan wajib.
Perbedaan pendapat para ulama seputar hukum khitan bagi perempuan tersebut disebabkan riwayat hadist seputar khitan perempuan yang masih dipermasalahkan kekuatannya.
Tidak ada hadist sahih yang menjelaskan hukum khitan perempuan. Ibnu Mundzir mengatakan bahwa tidak ada hadist yang bisa dijadikan rujukan dalam masalah khitan perempuan dan tidak ada sunnah yang bisa dijadikan landasan. Semua hadist yang meriwayatkan khitan perempuan mempunyai sanad dlaif atau lemah.
Hadist paling populer tentang khitan perempuan adalah hadist Ummi 'Atiyah r.a., Rasulllah bersabda kepadanya:"Wahai Umi Atiyah, berkhitanlah dan jangan berlebihan, sesungguhnya khitan lebih baik bagi perempuan dan lebih menyenangkan bagi suaminya". Hadist ini diriwayatkan oleh Baihaqi, Hakim dari Dhahhak bin Qais. Abu Dawud juga meriwayatkan hadist serupa namun semua riwayatnya dlaif dan tidak ada yang kuat. Abu Dawud sendiri konon meriwayatkan hadist ini untuk menunjukkan kedlaifannya. Demikian dijelaskan oleh Ibnu Hajar dalam kitab Talkhisul Khabir.
Mengingat tidak ada hadist yang kuat tentang khitan perempuan ini, Ibnu Hajar meriwayatkan bahwa sebagian ulama Syafi'iyah dan riwayat dari imam Ahmad mengatakan bahwa tidak ada anjuran khitan bagi perempuan.
Sebagian ulama mengatakan bahwa perempuan Timur (kawasan semenanjung Arab) dianjurkan khitan, sedangkan perempuan Barat dari kawasan Afrika tidak diwajibkan khitan karena tidak mempunyai kulit yang perlu dipotong yang sering mengganggu atau menyebabkan kekurang nyamanan perempuan itu sendiri.

Apa yang dipotong dari perempuan
Imam Mawardi mengatakan bahwa khitan pada perempuan yang dipotong adalah kulit yang berada di atas vagina perempuan yang berbentuk mirip cengger ayam. Yang dianjurkan adalah memotong sebagian kulit tersebut bukan menghilangkannya secara keseluruhan. Imam Nawawi juga menjelaskan hal yang sama bahwa khitan pada perempuan adalah memotong bagian bawah kulit lebih yang ada di atas vagina perempuan.
Namun pada penerapannya banyak kesalahan dilakukan oleh umat Islam dalam melaksanakan khitan perempuan, yaitu dengan berlebih-lebihan dalam memotong bagian alat vital perempuan. Seperti yang dikutib Dr. Muhammad bin Lutfi Al-Sabbag dalam bukunya tentang khitan bahwa kesalahan fatal dalam melaksanakan khitan perempuan banyak terjadi di masyarakat muslim Sudan dan Indonesia. Kesalahan tersebut berupa pemotongan tidak hanya kulit bagian atas alat vital perempuan, tapi juga memotong hingga semua daging yang menonjol pada alat vital perempuan, termasuk clitoris sehingga yang tersisa hanya saluran air kencing dan saluran rahim. Khitan model ini di masyarakat Arab dikenal dengan sebutan "Khitan Fir'aun". Beberapa kajian medis membuktikan bahwa khitan seperti ini bisa menimbulkan dampak negatif bagi perempuan baik secara kesehatan maupun psikologis, seperti menyebabkan perempuan tidak stabil dan mengurangi gairah seksualnya. Bahkan sebagian ahli medis menyatakan bahwa khitan model ini juga bisa menyebabkan berbagai pernyakit kelamin pada perempuan.
Seandainya hadist tentang khitan perempuan di atas sahih, maka di situ pun Rasulullah s.a.w. melarang berlebih-lebihan dalam menghitan anak perempuan. Larangan dari Rasulullah s.a.w. secara hukum bisa mengindikasikan keharaman tindakan tersebut. Apalagi bila terbukti bahwa berlebihan atau kesalahan dalam melaksanakan khitan perempuan bisa menimbulkan dampak negatif, maka bisa dipastikan keharaman tindakan tersebut.
Dengan pertimbangan-pertimbangan di atas beberapa kalangan ulama kontemporer menyatakan bahwa apabila tidak bisa terjamin pelaksanaan khitan perempuan secara benar, terutama bila itu dilakukan terhadap anak perempuan yang masih bayi, yang pada umumnya sulit untuk bisa melaksanakan khitan perempuan dengan tidak berlebihan, maka sebaiknya tidak melakukan khitan perempuan. Toh tidak ada hadist sahih yang melandasinya.

Waktu khitan
Waktu wajib khitan adalah pada saat balig, karena pada saat itulah wajib melaksanakan sholat. Tanpa khitan, sholat tidak sempurna sebab suci yang yang merupakan syarat sah sholat tidak bisa terpenuhi.
Adapun waktu sunnah adalah sebelum balig. Sedangkan waktu ikhtiar (pilihan yang baik untuk dilaksanakan) adalah hari ketujuh seytelah lahir, atau 40 hari setelah kelahiran, atau juga dianjurkan pada umur 7 tahun. Qadli Husain mengatakan sebaiknya melakuan khitan pada umur 10 tahun karena pada saat itu anak mulai diperintahkan sholat. Ibnu Mundzir mengatakan bahwa khitan pada umut 7 hari hukumnya makruh karena itu tradisi Yahudi, namun ada riwayat bahwa Rasulullah s.a.w. menghitan Hasan dan Husain, cucu beliau pada umur 7 hari, begitu juga konon nabi Ibrahim mengkhitan putera beliau Ishaq pada umur 7 hari.

Walimah Khitan
Walimah artinya perayaan. Ibnu Hajar menukil pendapat Imam Nawawi dan Qadli Iyad bahwa walimah dalam tradisi Arab ada delapan jenis, yaitu : 1) Walimatul Urush untuk pernikahan; 2) Walimatul I'dzar untuk merayakan khitan; 3) Aqiqah untuk merayakan kelahiran anak; 4). Walimah Khurs untuk merayakan keselamatan perempuan dari talak, konon juga digunakan untuk sebutan makanan yang diberikan saat kelahiran bayi; 5) Walimah Naqi'ah untuk merayakan kadatangan seseorang dari bepergian jauh, tapi yang menyediakan orang yang bepergian. Kalau yang menyediakan orang yang di rumah disebut walimah tuhfah; 6) Walimah Wakiirah untuk merayakan rumah baru; 7) Walimah Wadlimah untuk merayakan keselamatan dari bencana; dan 8) Walimah Ma'dabah yaitu perayaan yang dilakukan tanpa sebab sekedar untuk menjamu sanak saudara dan handai taulan.
Imam Ahmad meriwayatkan hadist dari Utsman bin Abi Ash bahwa walimah khitan termasuk yang tidak dianjurkan. Namun demikian secara eksplisit imam Nawawi menegaskan bahwa walimah khitan boleh dilaksanakan dan hukumnya sunnah memenuhi undangan seperti undangan lainnya.
D,H. Sach et al: J. Amer. Med.. Ass., 267 (1992) 679-681. Linda Cook et al : Amer. J. Publ. Health : 84 ( 1994) 197 - 201. J. L. Mark: Sciece: 245(1989) 470- 471. S, Moses et al: lntl. J. Epidemiology: 19 (1990) 693-697.
http://www.pesantrenvirtual.com
MANFAAT

Mungkin Anda pernah mendengar bahwa kaum pria dianjurkan untuk melakukan khitan atau sunat. Sebetulnya apakah khitan itu memang perlu dilakukan? Kira- kira apa saja ya keuntungan melakukan khitan? Yuk kita simak lebih jauh tentang khitan.
Pro-kontra mengenai perlu-tidaknya khitan pada laki-laki sudah lama berlangsung. Tapi tampaknya hasil penelitian terbaru ini bisa dijadikan pegangan bahwa khitan memang perlu.
Laki-laki yang dikhitan terbukti jarang sekali tertular infeksi yang menular melalui hubungan seksual dibanding mereka yang belum disunat, itulah yang termuat dalam jurnal Pediatrics.
Dalam jurnal disebutkan bahwa khitan dapat mengurangi risiko tertular dan menyebarkan infeksi sampai sekitar 50%. Makanya jurnal juga menyarankan manfaat besar mengenai sunat bagi bayi yang baru lahir.
Studi saat ini hanya satu dari sekian studi untuk mengupas lebih jauh tentang topik kontroversial ini. Meskipun berbagai studi mendapati bahwa sunat bisa mengurangi tingkat HIV (virus penyebab AIDS), sipilis, dan borok pada alat kelamin, hasil tersebut bercampur dengan penyakit lain yang menular melalui hubungan seks (STD).
Academy of Pediatrics, Amerika menyebut bukti tersebut “rumit dan bertentangan”, karena itu mereka menyimpulkan bahwa, untuk saat ini, bukti tersebut tak memadai untuk mendukung khitan rutin pada bayi yang baru lahir.
Seperti dikutip Reuters, para peneliti menganalisis data yang dikumpulkan Christchurch Health and Development Study, yang mencakup kelompok kelahiran anak dari Selandia Baru.
Dalam studi ini responden laki-laki dibagi menjadi dua kelompok berdasarkan status khitan sebelum usia 15 tahun dan kelompok yang mengalami infeksi menular melalui hubungan seks antara usia 18 dan 25 tahun yang ditentukan melalui sebuah kuisioner.
Sebanyak 356 anak laki yang tak dikhitan memiliki risiko 2,66 kali serangan infeksi yang menular melalui hubungan seks dibandingkan dengan 154 anak laki yang disunat, demikian kesimpulan pemimpin peneliti Dr. David M. Fergusson dan rekan dari Christchurch School of Medicine and Health Sciences.
Sebagian besar risiko yang berkurang tersebut tak berubah setelah diperhitungkan juga faktor pemicu yang potensial, seperti jumlah pasangan seks dan hubungan seks tanpa pelindung.
Para ilmuwan itu memperkirakan bahwa kalau saja khitan rutin pada bayi yang baru dilahirkan telah dilembagakan, angka infeksi yang menular melalui hubungan seks dalam kelompok saat ini tersebut mungkin telah berkurang setidaknya 48%.
Analisis tersebut memperlihatkan manfaat khitan dalam mengurangi risiko infeksi yang menyerang melalui hubungan seks mungkin sangat banyak. “Masalah kesehatan masyarakat yang diangkat dalam temuan ini jelas melibatkan pertimbangan manfaat jangka panjang bagi khitan rutin pada bayi yang baru dilahirkan dalam mengurangi risiko infeksi di dalam masyarakat, berbanding perkiraan biaya prosedur tersebut,” ujar para peneliti.
www.astaga.com
khitan dalam islam
Oleh
Salim bin Ali bin Rasyid Asy-Syubli Abu Zur’ah
Muhammad bin Khalifah bin Muhammad Abu Ar-Rabah Abu Abdirrahman
KHITAN

Telah tsabit masalah khitan dalam sunnah yang suci dalam beberapa hadits di antaranya :[1]. Abu Haurairah Radhiyallahu ‘anhu berkata : ‘Aku mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
“Artinya : Fithrah itu ada lima : Khitan, Mencukur bulu kemaluan, Memotong kumis, Menggunting kuku dan Mencabut bulu ketiak” [Dikeluarkan oleh Al-Bukhari (6297 - Fathul Bari), Muslim (3/257 - Nawawi), Malik dalam Al-Muwatha (1927), Abu Daud (4198), At-Tirmidzi (2756), An-Nasa'i (1/14-15), Ibnu Majah (292), Ahmad dalam Al-Musnad (2/229) dan Al-Baihaqi (8/323)][2]. Dari Utsaim bin Kulaib dari bapaknya dari kakeknya bahwasanya kakeknya datang kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan berkata. “Aku telah masuk Islam”. Maka Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepadanya.
“Artinya : Buanglah darimu rambut kekufuran dan berkhitanlah” [Hasan, Dikeluarkan Abu Daud (356), Ahmad (3/415) dan Al-Baihaqi (1/172). Berkata Syaikh Al-Albani dalam Al-Irwa' (79) : Hadits ini hasan karena memiliki dua syahid, salah satunya dari Qatadah Abu Hisyam dan yang lainnya dari Watsilah bin Asqa'. Aku telah berbicara tentang kedua hadits ini dan aku terangkan pendalilan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dengannya dalam Shahih Sunan Abi Daud nomor (1383)]
[3]. Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu bahawasanya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
“Artinya : Nabi Ibrahim berkhitan setelah beliau berusia 80 tahun” [Dikeluarkan oleh Al-Bukhari (6298 - Fathul Bari), Muslim (2370), Al-Baihaqi (8/325), Ahmad (2/322-418) dan ini lafadz beliau]
Dalam hadits-hadits di atas ada keterangan masyru’nya khitan dan orang dewasa jika beluam dikhitan juga diperintahkan melakukannya.
DISYARI’ATKANNYA KHITAN BAGI WANITA

Dalam hal ini ada beberapa hadits, di antaranya.
[a]. Sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada Ummu Athiyah (wanita tukang khitan):
“Artinya : Khitanlah dan jangan dihabiskan (jangan berlebih-lebihan dalam memotong bagian yang dikhitan) karena yang demikian lebih cemerlang bagi wajah dan lebih menyenangkan (memberi semangat) bagi suami” [Shahih, Dikeluarkan oleh Abu Daud (5271), Al-Hakim (3/525), Ibnu Ady dalam Al-Kamil (3/1083) dan Al-Khatib dalam Tarikhnya 12/291)]
[b]. Sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
“Artinya : Bila telah bertemu dua khitan (khitan laki-laki dan wanita dalam jima’-pent) maka sungguh telah wajib mandi (junub)” [Shahih, Dikeluarkan oleh At-Tirmidzi (108-109), Asy-Syafi'i (1/38), Ibnu Majah (608), Ahmad (6/161), Abdurrazaq (1/245-246) dan Ibnu Hibban (1173-1174 - Al Ihsan)]
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menisbatkan khitan pada wanita, maka ini merupakan dalil disyariatkan juga khitan bagi wanita.
[c]. Riwayat Aisyah Radhiyallahu ‘anha secara marfu’.
“Artinya : Jika seorang lelaki telah duduk di antara cabang wanita yang empat (kinayah dari jima, -pent) dan khitan yang satu telah menyentuh khitan yang lain maka telah wajib mandi (junub)” [Dikeluarkan oleh Al-Bukhari (1/291 - Fathul Bari), Muslim (249 - Nawawi), Abu Awanah (1/269), Abdurrazaq (939-940), Ibnu Abi Syaibah (1/85) dan Al-Baihaqi (1/164)]
Hadits ini juga mengisyaratkan dua tempat khitan yang ada pada lelaki dan wanita, maka ini menunjukkan bahwa wanita juga dikhitan.
Berkata Imam Ahmad : “Dalam hadits ini ada dalil bahwa para wanita dikhitan” [Tuhfatul Wadud].
Hendaklah diketahui bahwa pengkhitanan wanita adalah perkara yang ma’ruf (dikenal) di kalangan salaf. Siapa yang ingin mendapat tambahan kejelasan maka silahkan melihat ‘Silsilah Al-Hadits Ash-Shahihah (2/353) karena di sana Syaikh Al-Albani -semoga Allah memberi pahala pada beliau- telah menyebutkan hadits-hadits yang banyak dan atsar-atsar yang ada dalam permasalahan ini.
[Disalin dari kitab Ahkamul Maulud fi Sunnatil Muthahharah edisi Indonesia Hukum Khusus Seputar Anak dalam Sunnah yang Suci, hal 107-110 Pustaka Al-Haura]

Sumber http://jacksite.wordpress.com


Tidak ada komentar:

Posting Komentar