Mapala UI adalah organisasi yang selalu berusaha membesarkan dirinya. "
(Soemantri Brojonegoro)
Desember 1964, tampil sebagai pelopor dari organisasi sejenis yang tumbuh setelahnya di tanah air. Untuk pertama kalinya, organisasi pencinta alam lahir di lingkungan pendidikan dan dari tangan para intelektual muda bangsa ini.
Pendirian Mapala UI tidaklah semudah dan secepat yang dikira. Hambatan dan rintangan terus saja menghalangi. Sebelum berdirinya Mapala UI, sebenarnya sudah ada kelompok-kelompok kecil2 mahasiswa di UI yang kerjaannya keluyuran di alam bebas. Namun sayangnya, kelompok-kelompok kecil tersebut tidak terkoordinir dengan baik dalam sebuah wadah organisasi yang mengkhususkan dirinya pada soal kepencinta-alaman.
Adalah
seorang Soe Hok Gie yang mencetuskan ide pembentukan suatu organisasi
yang dapat menjadi wadah untuk mengkoordinir kelompok – kelompok tadi,
berikut kegiatan mereka di alam bebas.
Gagasan
ini mula – mula dikemukakan Soe Hok-gie pada suatu sore, 8 Nopember
1964, ketika mahasiswa FSUI sedang beristirahat setelah mengadakan
kerjabakti di TMP Kalibata. Sebenarnya gagasan ini, seperti yang
dikemukakan Hok-gie sendiri, diilhami oleh organisasi pencinta alam yang
didirikan oleh beberapa orang mahasiswa FSUI pada tanggal 19 Agustus
1964 di Puncak gunung Pangrango. Organisasi yang bernama Ikatan Pencinta
Alam Mandalawangi itu keanggotaannya tidak terbatas di kalangan
mahasiswa saja. Semua yang berminat dapat menjadi anggota setelah
melalui seleksi yang ketat. Sayangnya organisasi ini mati pada usianya
yang kedua.
Soe Hok Gie, salah satu angkatan pendiri Mapala UI |
Adapun
organisasi yang diidamkan Hok-gie itu merupakan organisasi yang dapat
menampung segala kegiatan di alam bebas, dan ini dikhususkan bagi
mahasiswa FSUI saja. Kegiatan ini terutama pada masa liburan. Bedanya
dengan kelompok yang ada, gagasan ini terutama ditekankan pada perlunya
memberikan kesempatan pada mereka yang sebelumnya pernah keluyuran ,
untuk melihat dari dekat tanah airnya.
Tujuan dari organisasi ini mencakup tiga hal yaitu:
Pertama, untuk memupuk patriotisme yang sehat di kalangan anggotanya. Ini dapat dicapai dengan hidup di alam dan rakyat kebanyakan.Memang tekad yang mendasari pendirian organisasi ini adalah suatu keyakinan bahwa patriotisme yang sehat tidak mungkin timbul dari slogan – slogan, indoktrinasi – indoktrinasi, ataupun poster – poster. Patriotisme yang sehat hanyalah mungkin dibina atas partisipasi yang aktif dari seseorang melalui hidup di tengah – tengah alam dan rakyat Indonesia pada umumnya. Adalah hal yang mustahil, bahwa cinta tanah air dapat timbul melalui jendela – jendela bis atau mobil mewah.
Kedua, mendidik para anggota, baik mental maupun fisik. Sebab seorang kader yang baik adalah kader yang sehat jasmani dan rohaninya. Disini juga ditekankan aspek edukasi tanah air secara aktif dari dekat.
Ketiga, untuk mencapai semangat gotong royong dan kesadaran sosial. Sampai saat ini, tujuan – tujuan tadi belum tercapai secara maksimal, tetapi titik terang sudah terlihat.
Dalam
pertemuan tanggal 8 Nopember 1964 itu, gagasan Hok-gie mendapat
sambutan baik di kalangan mahasiswa FSUI yang senang ”keluyuran” di alam
bebas”. Maulana Ibrahim, Koy Gandasuteja, Amin Sumardji, Ratnaesih,
dan Edhi Wuryantoro, yang waktu itu menjadi pengurus dari Ikatan
Pencinta Alam Mandalawangi, bersedia membantu. Bahkan bila perlu
melepas jabatan tadi. Setelah berbincang –
bincang selama kurang lebih satu jam, semua yang hadir antara lain :
Soe Hok-gie (M-007-UI), Maulana (M-001-UI), Koy Gandasuteja (M-011-UI),
Ratnaesih (kemudian menjadi Ny. Maulana; M-003-UI), Edhi Wuryantoro
(M-009-UI), Asminur Sofyan Udin (M-002-UI), Darmatin Suryadi
(M-015-UI), Judi Hidayat Sutarnadi (M-008-UI), Wahjono (M-010-UI),
Endang Puspita, Rahayu,Sutiarti (kemudian menjadi Ny. Judi Hidayat;
M-004-UI), setuju untuk membicarakan gagasan tadi pada keesokan harinya
di FSUI.
Pertemuan
kedua diadakan di Unit III bawah gedung FSUI Rawamangun, didepan ruang
perpustakaan. Hadir pada saat itu semua yang sudah disebut ditambah
Sdr. Herman O. Lantang yang pada saat itu menjabat sebagai Ketua Senat
Mahasiswa FSUI. Pada saat itu Sdr. Udin mengusulkan nama organisasi
yang akan lahir itu IMPALA, singkatan dari Ikatan Mahasiswa Pencinta
Alam.”Biar keren deh, namanya seperti OKB (Orang Kaya Baru, tetapi
isinya gembel melulu),”ujarnya. Setelah pendapat ditampung, akhirnya
diputuskan nama organisasi yang akan lahir itu IMPALA. Kemudian
pembicaraan dilanjutkan dengan membahas kapan dan dimana IMPALA akan
diresmikan.
Suatu
hal yang sangat kebetulan sekali pada waktu itu Sdr. Willy Han dari
Senat Mahasiswa FSUI merencanakan piknik ke Ciloto dalam rangka
pembinaan mahasiswa baru pada tanggal 15 Nopember 1964. Rencana itu
kurang mendapat sambutan dari mahasiswa yang ketularan gagasan pendirian
IMPALA yang beberapa diantaranya anggota senat. Mereka ini mengusulkan
rencana piknik ke Ciloto dialihkan ke Cibeureum.Rencana ini diterima.
Sebelum
berangkat, pada tanggal 13 Nopember 1964, Koy, Maulana, Edhi, Amin,
dan Ratnaesih bertemu di kafetaria FSUI untuk membicarakan peresmian
Impala di Cibeureum. Semua setuju bahwa peresmian IMPALA akan
dilangsungkan dibawah siraman air terjun Cibeureum. Kemudian untuk
membuat suatu kejutan mereka sepakat untuk mengirimkan tim pembuka
jalan dan menyiapkan tempat peresmian IMPALA.
Keesokan
harinya, jam 13.00 rombongan pendahulu berangkat secara diam – diam
ditambah 2 orang ”Guest Star” yaitu Halina Hambali dan Siti Aminah.
Karena sampai di Cibodas hampir jam 20.00, rombongan terpaksa menginap
di Cibodas (sekarang ini lapangan parkir). Pada masa itu, hubungan
Jakarta – Puncak masih sukar, karena bus masih jarang. Dari pertigaan
Cibodas, rombongan terpaksa jalan kaki. Sepanjang perjalanan Cimacan –
Cibodas sepi sekali. Maklum, pada waktu itu sisa – sisa gerombolan
Kartosuwirjo masih banyak berkeliaran di Gn. Gede – pangrango. Meskipun
di kiri kanan jalan ada beberapa rumah penduduk, semuanya sudah
tertutup, hanya ada beberapa lampu minyak yang menempel.
Pagi
– pagi sekali rombongan ini berangkat menuju Cibeureum. Namun hingga
tengah hari, rombongan besar yang dinanti – nanti tidak kunjung datang.
Akhirnya diputuskan untuk kembali ke Jakarta dan menunda peresmian
pendirian IMPALA. Ternyata bus yang membawa rombongan mengalami mogok di
Cibulan dan tidak bisa meneruskan perjalanan ke Cibodas.
Meskipun
usaha pertama gagal, para perintis ini tidak menyerah. Sementara
mematangkan ide, mereka bertukar pikiran dengan Pembantu Dekan III
bidang Mahalum, yaitu Drs. Bambang Soemadio dan Drs. Moendardjito yang
ternyata menaruh minat terhadap organisasi tersebut dan menyarankan agar
mengubah nama IMPALA menjadi MAPALA PRAJNAPARAMITA. Alasannya nama IMPALA terlalu
borjuis. Dan pada waktu itu segala yang borjuis, habis diganyang. Nama ini diberikan oleh Bpk Moendardjito. Mapala merupakan singkatan dari Mahasiswa Pencinta Alam. Dan Prajnaparamita berarti dewi pengetahuan. Selain itu Mapala juga berarti berbuah atau berhasil. Jadi dengan menggunakan nama ini diharapkan segala sesuatu yang dilaksanakan oleh anggotanya akan selalu berhasil berkat lindungan dewi pengetahuan. Dewi Prajnaparamita juga menjadi lambang dari senat FSUI saat itu. Lambang yang digunakan adalah gambar dua telapak kaki dengan tulisan MAPALA PRAJNAPARAMITA dibawahnya. Telapak kaki kiri terletak lebih kedepan dari telapak kaki kanan. Hal ini melambangkan kehadiran di alam bebas dalam bentuk penjelajahan dan sebagainya. Selain itu lambang telapak kaki ini juga diilhami penggunaan tapak kaki oleh raaja Purnawarman dalam prasasti – prasastinya yang dapat diartikan lambang kebesaran. Dibawah tulisan MAPALA PRAJNAPARAMITA ditambah tulisan FSUI yang menunjukkan tempat bernaungnya organisasi ini.
borjuis. Dan pada waktu itu segala yang borjuis, habis diganyang. Nama ini diberikan oleh Bpk Moendardjito. Mapala merupakan singkatan dari Mahasiswa Pencinta Alam. Dan Prajnaparamita berarti dewi pengetahuan. Selain itu Mapala juga berarti berbuah atau berhasil. Jadi dengan menggunakan nama ini diharapkan segala sesuatu yang dilaksanakan oleh anggotanya akan selalu berhasil berkat lindungan dewi pengetahuan. Dewi Prajnaparamita juga menjadi lambang dari senat FSUI saat itu. Lambang yang digunakan adalah gambar dua telapak kaki dengan tulisan MAPALA PRAJNAPARAMITA dibawahnya. Telapak kaki kiri terletak lebih kedepan dari telapak kaki kanan. Hal ini melambangkan kehadiran di alam bebas dalam bentuk penjelajahan dan sebagainya. Selain itu lambang telapak kaki ini juga diilhami penggunaan tapak kaki oleh raaja Purnawarman dalam prasasti – prasastinya yang dapat diartikan lambang kebesaran. Dibawah tulisan MAPALA PRAJNAPARAMITA ditambah tulisan FSUI yang menunjukkan tempat bernaungnya organisasi ini.
Setelah
segala persiapan selesai, pada tanggal 5 Desember 1964 berangkatlah 3
orang yaitu Hok-gie, Maulana dan Ratnaesih ke daerah Ciampea untuk
survei Persami yang akan dilaksanakan pada tanggal 11 dan 12 Desember
1964.
Pada
tanggal 11 Desember pukul 06.30 semua peserta yang mencapai lebih dari
30 orang berkumpul di lapangan Banteng dan berangkat. Pada pukul
11.00, mulailah rombongan mendaki lereng – lereng terjal dari bukit
kapur Ciampea. Hari yang panas waktu itu membuat beberapa peserta ”anak
mami” kelelahan dan merepotkan panitia. Jam 14.30 peserta tiba di
bukit. Tenda segera didirikan. Pada malam hari angin bertiup sangat
kencang dan hujan lebat. Tenda banyak yang roboh, sehingga peserta
banyak yang berteduh di gubuk yang kebetulan ada disitu. Hampir saja
peresmian Mapala dibatalkan karena sampai dengan jam 20.00 hujan masih
lebat. Namun akhirnya pada pukul 21.00 hujan berhenti dan bulan
bersinar terang. Semua peserta yang basah kuyup dikumpulkan untuk
mengadakan rapat pembentukan MAPALA yang dipimpin Hok-gie. Ketika rapat
sedang berjalan, tiba – tiba datang tamu dari Jakarta yaitu Soemadio,
Soemadjito dan Mang Jugo Sarijun yang sengaja datang untuk menyaksikan
upacara peresmian MAPALA. Maulana terpilih sebagai ketua pertama dan
formatur tunggal.
Sampai
dengan tahun pertama, Mapala Prajnaparamita FSUItelah memiliki 12
orang anggota yaitu AS Udin, Rahaju, Surtiarti, Ratnaesih, Endang
Puspita, Mayangsari, Soe Hok-gie, Judi Hidajat, Edhi Wuryantoro, Koy
Gandasutedja, Wahjono, dan Maman Abdurachman.
Perubahan menjadi Mapala UI
bisa terlaksana dan ditangguhkan untuk waktu yang belum ditentukan. Usaha untuk membentuk Mapala UI ini pun belum juga terwujud hingga Mapala Prajnaparamita menginjak usia yang ke-6.
Sampai tahun 1970-an, di beberapa fakultas di UI terdapat beberapa organisasi pencinta alam antara lain : Ikatan Mahasiswa Pencinta alam (IMPALA) di Psikologi, Climbing And Tracking Club (CATAC) di Ekonomi, Yellow Xappa Student Family (Yexastufa) di Teknik (kemudian menjadi Kamuka Parwata (KAPA), Climbing And Tracking (CAT) di Kedokteran, dll. Setelah berjalan beberapa waktu di fakultasnya masing – masing, organisasi–organisasi ini merasakan dan menyadari bahwa Mapala UI yang telah terbentuk dan disetujui oleh Rektor UI (Prof. DR. Sumantri Brojonegoro (Alm.)) dan Dewan Perwakilan Mahasiswa adalah milik seluruh mahasiswa UI. Oleh karena itu organisasi–organisasi tersebut setuju untuk bersatu dalam satu wadah yaitu MAPALA UI.
Sumber: www.mapalaui.info
Tidak ada komentar:
Posting Komentar